menurut rute paparan
per 10.000 paparan
dengan sumber yang terinfeksi
§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki
Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom.
download
TUGAS MAKALAH
AIDS
Pita Merah terlipat adalah simbol solidaritas orang-orang
yang positif terinfeksi virus HIV dan AIDS.
AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired
Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan
gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat
infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang
spesies lainnya SIV,
FIV,
dan lain-lain.
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus
atau disingkat HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan
pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum
benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui
kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim vaginal, anal, ataupun oral, transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006,
UNAIDS
bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang
sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981.
Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam
sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta
jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di
antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di
Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan
kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap
pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial
bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita
penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut
tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam
merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Gejala dan komplikasi
Gejala-gejala
utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada
orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus,
fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi
oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi
hampir semua organ tubuh.
Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik;
seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari),
pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.
Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup
pasien.
Penyakit paru-paru utama
Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru,
disebabkan oleh Pneumocystis
jirovecii.
Pneumonia pneumocystis
(PCP) jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuh yang baik, tetapi umumnya
dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi
Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di
negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di
negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS
pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak
muncul kecuali jika jumlah CD4 kurang
dari 200 per µL.
Tuberkulosis (TBC)
merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV,
karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute
pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan mudah ditangani bila telah
diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui
terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat
merupakan masalah potensial pada penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat
telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan
metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara
berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV
(jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada
stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang
menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya
biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu
tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran pencernaan,
hati,
kelenjar getah bening (nodus limfa
regional), dan sistem syaraf pusat.
Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat
munculnya penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah
peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini
terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1
atau virus sitomegalo).
Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria,
meskipun kasusnya langka.
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan
pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara lain infeksi
bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), serta infeksi
oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium
complex, dan virus sitomegalo (CMV) yang merupakan
penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare
terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani
HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain
itu, diare dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani
bakteri diare (misalnya pada Clostridium
difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan
merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan
menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem
pembuangan yang berhubungan dengan HIV.
Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah
laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang
disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan,
atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma
gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak
akut (toksoplasma ensefalitis), namun
ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata
dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang
belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat
menyebabkan demam, sakit kepala,
lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak
ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati
multifokal progresif adalah penyakit demielinasi,
yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson),
sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di
tubuh manusia dalam kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini
berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal), sehingga biasanya
menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan
mental (demensia) yang terjadi karena menurunnya
metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi
HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi
HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif,
perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan
tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di
negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%, namun di India
hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.Perbedaan ini mungkin terjadi
karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko
yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi
oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr
(EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang
pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama
wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae,
yaitu virus herpes
manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV).
Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi
dapat menyerang organ lain, terutama mulut,
saluran pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma)
atau sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell
lymphoma (DLBCL), dan limfoma
sistem syaraf pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang
terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan perkiraan kondisi (prognosis)
yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini
sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr
atau virus herpes Sarkoma Kaposi.
Kanker leher rahim
pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan
oleh virus papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor
lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
kanker usus besar
bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor
yang umum seperti kanker payudara
dan kanker usus besar
(colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di
tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker yang
berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian
menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik
dengan gejala tidak spesifik, terutama demam ringan dan kehilangan berat badan.
Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare
dan virus sitomegalo.
Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis)
seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis
sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang
disebabkan oleh jamur Penicillium
marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi
oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV
di daerah endemik Asia Tenggara.
Penyebab
Untuk detail lebih lanjut tentang topik
ini, lihat HIV.
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan
kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut;
dilihat dengan mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang
organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+
secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan
agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T
CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah,
maka kekebalan di tingkat sel
akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut
HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi
HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T
CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi
antiretrovirus, rata-rata lamanya
perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan
rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan.Namun
demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi,
yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya,
diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi
kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki
kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih
berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap
perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat
perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang
yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami
terhadap beberapa varian HIV. HIV
memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan
menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.Terapi
antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu
berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika
ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan
rektum, alat kelamin, atau membran mukosa
mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko
daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks
anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral
tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif
maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan
HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit
menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok
alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal.
Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa,
dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat
sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat
kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular
seksual seperti kencing nanah,
infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan
lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan
dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan
penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan
antarorang. Beban virus
plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil
pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA
HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita
lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta
fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit
seksual.Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus
lain yang lebih mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Poster CDC
tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan pemakaian
narkoba.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna
obat suntik, penderita hemofilia, dan
resipien transfusi darah
dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang
mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit
(patogen), tidak hanya merupakan risiko
utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum
suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat
Cina, dan Eropa Timur.
Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure
prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi
risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,
dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini
dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah
dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara
maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara
ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh
sebab itu, Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum
dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan
universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat
kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO,
mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan
"antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui
rahim (in utero) selama masa perinatal,
yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan
adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap
terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya
sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban
virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan
sebesar 4%.
Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981,
banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun
1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan
untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien,
karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di
negara-negara berkembang, sistem World Health
Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis
dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers
for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
Sistem tahapan infeksi WHO
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata
infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang.
jumlah limfosit T CD4+
(sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma
Pada tahun 1990, World Health
Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS
dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.
Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005.
Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi
oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.
Sistem klasifikasi CDC
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya
dikeluarkan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki
nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan nama penyakit yang
berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada
mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut. CDC mulai menggunakan kata
AIDS pada bulan September tahun 1982,
dan mendefinisikan penyakit ini. Tahun 1993,
CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang jumlah
sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.
Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik
definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap
dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per
µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah
sembuh.
Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi
virus HIV. Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes
HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya
0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum
memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil
tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum
pedesaan. Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk
pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum,
termasuk imunoasai enzim
HIV dan pengujian Western blot,
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin
pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi
pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang
dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk
mengetahui serokonversi dan
hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV
lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA,
yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak
disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan
secara rutin di negara-negara maju.
Pencegahan
Perkiraan
risiko masuknya HIV per aksi,
Rute
paparan
Perkiraan
infeksi
Transfusi darah
9.000
Persalinan
2.500
Penggunaan jarum suntik
bersama-sama
67
Hubungan seks anal reseptif*
50
Jarum pada kulit
30
Hubungan seksual reseptif*
10
Hubungan seks anal insertif*
6,5
Hubungan seksual insertif*
5
Seks oral reseptif*
1
Seks oral insertif*
0,5
* tanpa penggunaan kondom
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh
ialah melalui hubungan seksual,
persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta
dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar
kelahiran (periode perinatal). Walaupun
HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi,
namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut,
dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan.
Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung antarindividu yang salah satunya terkena HIV.
Hubungan heteroseksual
adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan
hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang,
walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam
setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling
efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit
menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas
berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom
lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas
berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita
adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk
digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar
daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk
cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang
membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin
ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang
tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian
awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan
pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa
pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang
penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya
terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju
infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per
tahun. Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju.
Namun, penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa
dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan
kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi
meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang
mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna
narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup
langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang
menggunakan uji acak terkendali
mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi
HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar
50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi
HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu
sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli
mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki
bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi
dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah
Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan
ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual. Adapun
rumusannya dalam bahasa Indonesia:
“
Anda jauhi seks,
”
Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal,
seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci
tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna
narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk
mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola, sendok,
air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang
baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan
jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran
jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di
sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak
negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian
perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.
Penularan dari ibu ke anak
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah
caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi peluang penularan HIV dari ibu
ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak
mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian
ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya
dihentikan sesegera mungkin. Pada tahun 2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui
penularan ibu ke anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari
semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta anak (hampir 90%) tinggal
di Afrika Sub Sahara.
Penanganan
Lihat pula HIV
dan Obat antiretrovirus.
Abacavir – Nucleoside
analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau NRTI)
Struktur kimia
Abacavir
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV
atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada
penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus
secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure
prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang
menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan
seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi
antiretrovirus yang sangat aktif (highly active antiretroviral
therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi
orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996,
yaitu setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor.
Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat
(disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau
"kelas") bahan antiretrovirus.
Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor
(atau NRTI) dengan protease inhibitor,
atau dengan non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV
lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang dewasa, maka
rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang
dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan perawatan HAART, seorang
dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus,
kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu
memulai perawatan awal.
Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia
(banyaknya jumlah virus dalam darah) pada pasien, tetapi ia tidak
menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat
yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah
perawatan dihentikan. Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup
seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART. Meskipun
demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan
umum dan kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas
tingkat kesakitan (morbiditas) dan
tingkat kematian (mortalitas) karena
HIV. Tanpa perawatan HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan
kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya
waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9.2 bulan. Penerapan HAART
dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Bagi
beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima puluh persen,
perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek
samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus
sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat.
Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus
adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari
penerapan HAART. Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak
teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama ialah
kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit
kejiwaan, serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena
adanya beragam kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan
lain-lain yang harus dijalankan secara rutin . Berbagai efek samping yang juga
menimbulkan keengganan untuk teratur dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan risiko sistem
kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas
individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki akses terhadap pengobatan dan
perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.
Penanganan eksperimental dan saran
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang
sesuai untuk menahan epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah
dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu
mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah
lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi
vaksin.
Beragam penelitian
untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping obat,
penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan
urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi
oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi
HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien
yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko terinfeksi. Pasien yang
mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan mendapatkan
terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis, demikian juga pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula
mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik tersebut.
Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk
menangani gejala atau mengubah arah perkembangan penyakit. Akupunktur telah digunakan untuk mengatasi
beberapa gejala, misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy)
seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri; namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.
Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan jamu menunjukkan bahwa tidak
terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki dampak pada
perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.
Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan
mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada
bukti yang menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada
orang-orang yang memiliki status nutrisi yang baik. Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga
memiliki beberapa manfaat. Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat
menurunkan beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah
CD4. Selenium dapat digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai
penanganan antivirus yang standar, tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk
menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan
alteratif memiliki hanya sedikit efek terhadap mortalitas dan morbiditas
penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup individu yang mengidap
AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut
sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.
Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia
pada penderita AIDS yang terjangkit virus HIV-1,
beberapa pakar menyarankan terapi dengan asupan hormon tiroksin. Hormon tiroksin
dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme
basal sel eukariota dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.
Epidemiologi
Meratanya HIV
diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50% ██ 5–15% ██ 1–5%
██ 0.5–1.0% ██ 0.1–0.5%
██ <0.1% ██ tidak
ada data
UNAIDS dan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama
kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu
epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan
antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim
bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005
dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global,
antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara
3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS
meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar
sejak tahun 1981.
Afrika Sub-Sahara
tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai
27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka
adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari
semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per
empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005,
terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub
Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang
terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS.
Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India,
dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari
populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1
juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar
infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun -
6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.
Sejarah
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981,
ketika Centers
for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi
diketahui disebabkan oleh Pneumocystis
jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah
HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber
dari mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan
kebanyakan berada di Afrika Barat.
Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1
berasal dari simpanse Pan troglodytes troglodytes
yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys),
monyet dari Guinea Bissau, Gabon,
dan Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh
manusia akibat kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau
pemotongan daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS,
menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an
di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian
Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian,
komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung
oleh bukti-bukti yang ada.
Sosial dan budaya
Stigma
Ryan White sebagai model poster HIV. Ia
dikeluarkan dari sekolah dengan alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai
belahan dunia terhadap pengidap AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain
tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang
yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya uji coba HIV tanpa mendapat
persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan penerapan
karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV. Kekerasan atau ketakutan
atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa
bagaimana hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga
mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi
"hukuman mati" dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV.
Stigma AIDS
lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:
Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih
stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksualitas, biseksualitas, pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui
suntikan.
Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara
AIDS dengan homoseksualitas atau biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat
prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya sikap-sikap anti homoseksual.
Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara AIDS dengan hubungan
seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan yang
belum terinfeksi.
Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda
HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan
menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human capital).
Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan
obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut
menjadi korban AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan
membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan
menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah. Di daerah yang terinfeksi
berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu yang dirawat oleh
kakek dan neneknya yang telah tua.
Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu
daerah akan menyebabkan mengecilnya populasi pekerja dan mereka yang
berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan didominasi anak muda,
dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga
produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota
keluarga yang sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas.
Mortalitas yang meningkat juga akan melemahkan mekanisme produksi dan investasi sumberdaya manusia (human
capital) pada masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan
meninggalnya para orang tua. Karena AIDS menyebabkan meninggalnya banyak orang
dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar pajak, mengurangi dana publik
seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak berhubungan dengan
AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat pertumbuhan
ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin terasakan
bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan
(untuk menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta
perawatan yatim piatu korban AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika
peningkatan tajam mortalitas orang dewasa menyebabkan berpindahnya
tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah, untuk menangani
para anak yatim piatu tersebut.
Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya
pendapatan dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga.
Berkurangnya pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga
efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan
penguburan. Penelitian di Pantai Gading
menunjukkan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua
kali lebih banyak untuk perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga
lainnya.
Penyangkalan atas AIDS
Sekelompok kecil aktivis, diantaranya termasuk beberapa
ilmuwan yang tidak meneliti AIDS, mempertanyakan tentang adanya hubungan antara
HIV dan AIDS, keberadaan HIV itu sendiri, serta kebenaran atas percobaan dan
metode perawatan yang digunakan untuk menanganinya. Klaim mereka telah
diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas ilmiah, walaupun terus saja
disebarkan melalui Internet dan sempat
memiliki pengaruh politik di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya
disalahkan atas respon yang tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara
tersebut.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Blog Archive
-
▼
2011
(16)
-
▼
October
(14)
- Kumpulan pantun yang saling balas membalas
- Sistem Politik Indonesia
- Saat Penyelidikan Berlangsung
- KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
- Paru-paru Hijau
- MAKALAH AIDS
- Asal Usul Manusia
- Asal Kejadian Manusia menurut Al Quran
- Cerpen: Mereka Bilang Aku Gendut
- karya tulis mengenai hutan
- A Pembentukan dan Pengolahan Minyak Bumi dan gas alam
- jaringan tumbuhan
-
▼
October
(14)
My Blog List
disini banyak sekali pantun pantun
Pages
Powered by Blogger.
Blog Archive
-
▼
2011
-
▼
October
- Kumpulan pantun yang saling balas membalas
- Sistem Politik Indonesia
- Saat Penyelidikan Berlangsung
- KEBAKARAN HUTAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA
- Paru-paru Hijau
- MAKALAH AIDS
- Asal Usul Manusia
- Asal Kejadian Manusia menurut Al Quran
- Cerpen: Mereka Bilang Aku Gendut
- karya tulis mengenai hutan
- A Pembentukan dan Pengolahan Minyak Bumi dan gas alam
- jaringan tumbuhan
-
▼
October
0 komentar:
Post a Comment